Kamis, 31 Maret 2016

BAB II IDENTIFIKASI DAN ANALISIS HASIL



BAB II
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS HASIL

A.    Analisis Pendidikan (di Sekolah) oleh Supervisor
Untuk meningkatkan mutu sekolah, kepala sekolah harus berusaha agar semua potensi yang ada di dalamnya, baik yang ada pada unsur manusia maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan, dan sebagainya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dengan sebaik-baiknya pula. Dengan demikian, kepala sekolah hendaklah selalu berpegang pada tugas dan fungsi agar situasi belajar mengajar dapat berjalan dengan lancar, tertib, dan sukses, di mana siswa memperoleh hasil yang mmaksimal.
Pada tataran ini, kepala sekolah berusaha untuk menganalisis segala potensi, peluang, hambatan, dan beban sekolah dalam mebangun kegiatan pendidikan. Di bawah ini merupakan salah satu contoh analisis pendidikan di SMPNegeri 2 Cidahu kabupaten Kuningan
a.                   Analisis Pendidikan : Lingkup Sekolah
1)                  Faktor Internal

No.
Komponen
Komponen saat ini
Kekuatan
Kelemahan
1.
Satandar isi
·      Adanya komitmen untuk melaksanakan kurikulum berdasarkan standar BNSP.
·      Beban siswa sudah sesuai dengan standar BNSP.
·      Untuk meningkatkan mutu lulusan yang didasarkan atas UN, siswa diberi tambahan pengayaan belajar mulai dari kelas VII sampai kelas IX.
·      Adanya muatan lokal yang berupa pengembangan Bahasa Sunda, dan PLH
·      Pengembangan diri diberikan dalam bentuk bimbingan konseling, klub mata pelajaran, serta klub pengembangan keterampilan (teater, pramuka, english club, japanes club, PMR, KIR, olahraga, kesenian, keagamaan, dll).
·      Kalender pendidikan mengacu kepada kalender pendidikan Nasional.
·      Kerangka dasar kurikulum masih mengunakan standar minian dari BNSP (belum ada peningkatan/ pengembangan)
·      KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) masing-masing mata pelajaran belum semuanya sesuai dengan standar BNSP (beberapa masih dibawah nilai 70)
·      Rata-rata beban mengajar guru belum semuanya sesuai dengan BNSP (24 Jam).
·      Program responsi untuk materi agama dan jurusan, belum mempunyai panduan.
·      Dalam penyusunan jadwal pelajaran masih belum mengikutsertakan rumpun mata pelajaran.
·      Jadwal pelajaran masih sering dilakukan perubahan ketika proses pembelajaran sudah berjalan
2.
Standar Proses
·      Perangkat pembelajaran masing-masing mata pelajaran sudah lengkap.
·      Mengadakan work shop setiap awal tahun pelajaran untuk pengembangan perangkat pebelajaran (silabus,RPP,dan sistem penilaian).
·      Fasilitas pembelajaran sudah cukup memadai ( buku, ruang kelas, multimedia,perpustakaan,dll).
·      Pemanfaatan sumber belajar bervariasi dan meningkat.
·      Guru telah mengalokasikan waktu sesuai dengan prosem.
·      Program remedi dan pengayaan sudah terlaksana pada semua mata pelajaran.
·      Pengembangan uatan lokal (ICT) sudah berjalan dengan baik.
·      Pemanfaatan ICT dalam melaporkan hasil belajar siswa,
·      Laporan hasil belajar siswa sudah bisa diakses lewat internet.
·      Aturan pengawasan KBM sudah ada.
·      KBM sudah relatif .
·      Pelaksanaan KBM pada hampir semua mata pelajaran UN sudah dilaksanakan secara team teaching
·      Instrumen penilaiaan masih belum lengkap.
·      Media pembelajaran masih belum lengkap.
·      Belum semua siswa dapat mengembangkan diri sesuai dengan bakat dan minatnya.
·      Dimungkinkan masih ada guru yang belum menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi.
·      Masih ada guru yang belum memiliki kompetensi di bidang ICT.
·      Masih ada guru yang belum menginternalisasikan life skill secara universal dalam KBM.
·      Kurang optimalnya penggunaanmedia pembelajaran yang tersedia oleh guru.
·      Belum ada program akselerasi mata pelajaran.
·      Belum optimalnya pelaksanaan program pengembangan diri (termasuk perekrutan pembina).
·      Sekolah belum mempunyai standar proses belajar mengajar.
·      Belum optimalnya peran komite sekolah dalam pengembangan standar proses pembelajaran.
·      Dimungkinkan pelaksanaan penilaian berbasis kelas belum optimal.
·      Pelaksanaan laporan hasil belajar siswa setiap dua bulan sekali belum terlaksana secara optimal (belum tepat waktu).
·      Pengelolaan laporan hasil belajar siswa belum optimal.
·      Pelaksanaan aturan pengawasan KBM belum optimal.
·      Sosialisasi tentang aturan pengawasan KBM kepada siswa kurang optimal.
·      Pengisian jurnal KBM di kelas belum optimal.
3.
Standar Kompetensi Lulusan
·      SKL materi ujian Sekolah (US) dibuat bersama-sama tim guru mata pelajaran (MGMP) Kabupaten Kuningan.
·      Soal US dibuat oleh guru mata pelajaran.
·      Upaya mewujudkan lulusan yang kompetitif di tingkat kabupaten.
·      Lulusan diterima di pendidikan/jenjang lebih tinggi.
·      Adanya organisasi ikatan alumni.(misal: group ikatan alumni di facebook)
·      Belum memiliki standar mutu lulusan yang kompetitif di kabupaten.
·      Belum mempunyai standar mutu lulusan yang berstandar kabupaten.
·      Kompetensi lulusan yang siap bersaing di tingkat SMA/SMK masih sedikit.
·      Ada indikasi life skill siswa masih rendah.
·      Belum semua lulusan memiliki akhlak mulia sesuai ajaran Islam.
·      Identifikasi profil alumni masih belum optimal.
·      Daya saing lulusan belum maksimal.
4.
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
·      Rasio Jumlah guru dan mata pelajaran sudah sesuai (sebanding)
·      Kualifikasi tenaga pendidik sudah sesuai dengan BSNP (minimal S1).
·      Semua guru telah menentukan tujuan pembelajaran yang dibimbing.
·      Semua guru telah menghargai peserta didik tanpa membedakan suku, adat, daerah asal, dan gender.
·      Guru dapat berkomunikasi secara santun dengan teman sejawat, orang tua, dan siswa.
·      Beberapa guru sudah menyelesaikan pendidikan tingkat master (S2).
·      Beberapa guru sudah mengisi pelatihan di tingkat sekolah, kabupaten, provinsi, dan nasional.
·      Jumlah guru GTT masih cukup banyak.
·      Masih sedikit guru yang memiliki karya pengembangan profesi.
·      Masih sedikit guru yang berprestasi di bidang akademis maupun non akademis.
·      Belum ada program beasiswa guru yang melanjutkan jenjang S2 dari lembaga.
·      Ada indikasi bahwa belum seua tanaga pendidik melakukan identifikasi potensi peserta didik (kemampuan dan kesulitan dalam mata pelajaran yang dibimbing).
·      Belum semua guru memahami teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang terkait dengan mata pelajaran yang dibimbing.
·      Belum semua guru menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreratif dalam mata pelajaran yang dibimbing.
·      Belum semua guru mampu memilih materi pembelajaran sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik.
·      Belum semua guru mampu menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di kelas, di laboratorium, maupun di luar kelas.
·      Belum semua guru mampu mengembangkan instrumen penilaian serta evaluasi proses dan hasil belajar.
·      Belum semua guru mampu melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.
·      Ada indikasi bahwa perilaku guru dan karyawan belum dapat diteladani secara menyeluruh oleh peserta didik dan anggota masyarakat disekitarnya.
·      Ada indikasi bahwa guru dan karyawan belum menunjukkan etos kerja dan tanggungjawab yang baik.
·      Belum semua tenaga pendidik mengikutkan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.
·      Belum semua guru menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang dibimbing.
·      Belum semua tenaga pendidik mampu mengebangkan materi pembelajaran yang dibimbing secara kreatif.
·      Ada indikasi guru dan karyawan belum dapat melakukan refleksi terhadap kinerja diri secara jujur dan berkesinambungan.
·      Belum semua tenaga pendidik dapat melakukan penelitian  tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang dibimbing.
·      Belum semua guru mengikuti uji kompetensi guru.
·      Rasa kekeluargaan di lingkungan civitas akademika belum kompak secara keseluruhan/maksimal.
·      Belum adanya indikator yang jelas untuk mengukur tingkat keberhasilan guru.
·      Ada indikasi bahwa guru dan karyawan kurang memiliki rasa empati (kepekaan dan kepedulian) yang mendalam kepada siswa.
·      Ada indikasi guru dan karyawan dalam melaksanakan tugas masih belum optimal.
Belum adanya panduan program  pada masing-masing rumpun mata pelajaran.

5.
Standar sarana dan Prasarana
·      Sekolah mempunyai fasilitas yang bagus terhadap pengembangan pengetahuan ICT.
·      Sarana kelas, perpustakaan, laboratorium, sanitasi, dan ICT suadah memadai.
·      Lokasi yang cukup strategis untuk menjadikan sekolah yang unggul dan diminati oleh masyarakat.
·      Pemeliharaan fasilitas bangunan secara rutin.
·      Belum optimalnya perawatan dan pengaanan terhadap fasilitas sekolah, terutama alat-alat elektronik pembelajaran.
·      Ada indikasi belum adanya perencanaan yang matang terhadap pengadaan sarana dan prasarana sekolah.
·      Belum tertibnya administrasi fasilitas yang dimiliki sekolah.
·      Belum tertibnya penempatan barang-barang inventaris sekolah.
·      Belum optimalnya fungsi komite dalam pengadaan dan pengembangan sarana sekolah.
6.
Standar Pengelolaan
·      Sekolah telah memiliki KTSP.
·      Untuk kepentingan bahan ajar, disamping menggunakan buku paket yang tersedia di perputakaan, juga banyak guru yang sudah memanfaatkan edukasi-net dari JARDIKNAS (lewat ICT).
·      Adanya team teaching pada mata pelajaran UN.
·      Penggunaan media pebelajaran (laboratorium, LCD, dan internet) dalam PBM.
·      Setiap awal tahun ajaran baru, sekolah mengadakan penyegaran lewat work shop pengembangan pembelajaran.
·      Kalender pendidikan sudah menunjukkan seluruh aktivitas KBM beserta evaluasinya.
·      Penempatan SDM sudah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Penyebaran informasi timbal balik dari dan ke sekolah sudah cukup bagus, antara lain lewat kunjungan orang tua ke sekolah (dibuktikan dengan adanya buku kunjungan orang tua murid).
·      Pembagian tugas diantara pendidik sebagian besar sudah merata meskipun masih perlu terus ditingkatkan dan evaluasi.
·      Sudah adanya tata tertib  yang baik bagi siswa, guru, dan karyawan.
·      Rapat koordinasi guru, staf dan karyawan sudah berjalan dengan baik.
·      Pengadaan, penggunaan dan persediaan bahan habis pakai sudah bagus.
·      Adanya dukungan sekolah terhadap acara pelatihan guru, baik yang ada di dalam maupun di luar sekolah.
·      Pelaksanaan KTSP masih belum berjalaaln secara optimal.
·      Pelaksaan remidi belum tersusun dengan baik.
·      Strategi pembelajaran yang dilakukan guru belum semua mengacu pada pembelajaran PAIKEM.
·      Belum terpenuhinya aturan yang baku terhadap penilaian kinerja guru  setiap tahun sekali.(PK guru dan SKP).
·      Pengelolaan pada kesiswaan perlu dioptimalkan.
·      Kedisiplinan input nilai oleh guru masih perlu dioptimalkan.
·      Belum semua mata pelajaran mempunyai program MGMP yang melakukan kegiatan secara regular.
·      Masih kurang tertibnya administrasi kegiatan penunjang profesi pendidik dalam rangka mendukung proses sertifikasi.
·      Belum ada aturan tentang sertifikat penghargaan bagi guru dan karyawan pada setiap kegiatan lomba atau kejuaraan.
·      Pemeliharaan fasilitas sekolah masih belum optimal.
·      Belum ada tempat penyimpanan dan sistem peminjaman alat-alat inventaris sekolah secara terpusat dan tertib.
·      Belum ada pendataan ulang secara reguler terhadap sarana sekolah (bisa lewat wali kelas atau penanggung jawab ruang).
·      Perlunya pengadaan ruang penunjang lainnya (ruang keterampilan atau ruang aula).
·      Belum meratanya fasilitas yang ada dikelas.
·      Perlu adan peninjauan ulang pada insentif guru.
·      Gaji guru GTT dan PTT belum memenuhi standar UKM.
·      Masih perlunya sosialisasio dan evaluasi yang optimal peraturan / tata tertib sekolah.
·      Sosialisasi KTSP belum optimal.
·      Program konsultasi sekolah dengan orang tua/wali peserta didik belum terjadwal setiap tahun.
·      Belum ada program rapat sekolah dengan komite sekolah secara reguler dan terjadwal.
·      Instrumen penjaminan mutu sekolah belum lengkap.
·      Sistem pengawasan, pemantauan, supervisi, evaluasi, dan pelaporan belum optimal.
·      Belum ada buku panduan yang jelas dari masing-masing penanggungjawab 8 (delapan) standar nasional.
·      Kebijakan masih belum mencerminkan bottom-up process (masukan dari bawah)
7.
Standar Pembiayaan
·      Adanya subsidi guru bagi siswa yang tak mampu melalui dana peduli siswa.
·      Dana kontrak prestasi sangat membantu dalam proses pengembangan keterampilan guru.
·      Kondisi biaya investasi belun tersosialisasikan dengan baik.
·      Kondisi biaya operasional setiap bulan belum tersosialisasikan dengan baik.
·      Dukungan komite sekolah terhadap biaya penyelenggaraan pendidikan di sekolah selama kurun 3 tahun terakhir belum optimal.
8.
Standar Penilaian
·      Pemberlakuan rapor berkala setiap 6 bulan.
·      Adanya Sistem penilaian yang terpadu dan berkesinambungan.
·      Sekolah belum memiliki sistem dan prosedur penilaian baku meliputi teknik, jenis dan bentuk penilaian sesuai dengan standar penilaian pendidik.
9.
Standar Kelulusan
·      Try-out  pelajaran UN bersama, bekerja sama dengan Disdikpora Kabupaten Kuningan maupun Try-out US mapel P.A.I dengan Kemenag Provinsi Jawa Barat.
·      Pelaksanaan sistem remidi dan pengayaan oleh masing-masing guru mata pelajaran.
·      KKM masih belum sesuai dengan standar yang ada.
·      Monitoring dan evaluasi dari kepala dan wakil kepala sekolah belum optimal.
·      Komite sekolah belum terlibat secara optimal dalam mengontrol pelaksanaan standar penilaian pendidikan.
·      Penanganan serta pembinaan guru dan karyawan yang disinyalir masih bermasalah dan belum berjalan dengan baik.



2)                  Faktor Eksternal
a)                  Peluang, meliputi:
● adanya ruang gerak yang terbuka bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan diri secara maksimal;
● dukungan Dinas Pendidikan, baik berupa kebijakan maupun finansial yang seakin baik;
● apresiasi masyarakat terhadap sekolah semakin meningkat; serta
● terbuka kesempatan lulusan sekolah melanjutkan, baik ke SMA/SMK baik yang ada di Kabupaten Kuningan maupun luar Kabupaten Kuningan.
b) Ancaman, meliputi:
 bermunculan sekolah unggul sebagai kompetitor;
● lingkungan di luar sekolah yang kurang edukatif;
●kebijakan publik yang belum menempatkan pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan;
● sekolah belum menjadi pilihan utaa bagi sebagian masyarakat; dan
● inkonsistensi kebijakan peerintah dala bidang pendidikan.
b.                  Alternatfif Pemecahan Masalah
1)                  Program Strategis
a)         Pengembangan Kurikulum Tingkat Struan Pendidikan, meliputi:
● pengembangan SK/KD,
● pengembangan silabus,
● pengembangan RPP,
● pengembangan sistrem penilaian,
● pengembangan kurikulum muatan lokal, dan
● pengembangan kegiatan pengembangan diri.
b) Pengembangan proses pembelajaran, meliputi:
● metodologi
● sistem penilaian
● remedial / pengayaan
● pemanfaatan laboratorium
c) Peningkatan tingkat kelulusan siswa
d) Pengembangan kemampuan guru, meliputi:
● pengembangan keampuan pedagogik, dan
● pengembangan kemampuan teknologi informasi
e) Pembinaan olipiade sains
f) Pebinaan ekstrakurikuler
g) Pengembangan kerja sama
2) Strategi Pelaksanaan/ Pencapaian
a) Pengebangan Kurikulum Tingkat Saatuan Pendidikan, meliputi:
● pelaksanaan work shop,
● in house training,
● supervisi klinis, dan
● MGMP sekolah.
b) Pengembangan proses pebelajaran, meliputi:
work shop,
● peningkatan kesejahteraan guru, dan
● supervisi kelas,
c) Peningkatan tingkat kelulusan siswa, meliputi:
● menjalin kerja sama dengan komite sekolah,
● menjalin kerja sama dengan lembaga lain,
● supervisi kelas,
try out Ujian Nasional,
● belajar tambahan siang/sore.
d) Pengembangan kemampuan guru, meliputi:
work shop dan
● pelatihan komputer.
e) Pembinaan olimpiade sains
● pembentukan tim olimpiade sains, dan
● pelatihan peserta.
f) Pembinaan ekstrakurikuler
● pembentukan kelompok ekstrakurikuler,
● pelaksanaan latihan terjadwal, dan
● pelaksanaan uji coba.
g) Pengembangan sarana dan prasarana
● inventarisasi sarana dan prasarana,
● pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana, serta
● pemeliharaan sarana dan prasarana.
h)  Pengebangan kerja sama, meliputi:
● kerja sama dengan komite sekolah serta
● kerja sama dengan lembaga lain.
3) Hasil yang diharapkan
a) Terpenuhinya kurikulum sekolah sesuai SNP tentang:
● pemetaan SK/KD,
● silabus seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
● RPP seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
● dokumen sistem penilaian seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
● SK/KD kurikulum muatan lokal seluruh tingkat, dan
● program pengembangan diri yang mengakoodasi bakat/minat siswa.
b) Tingkat kelulusan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun,dan perolehan nilai meningkat.
c) Guru profesional dalam melaksanakan tugas, yang ditandai dengan:
● memiliki perencanaa mengajar,
● memiliki dokumen penilaian,
● melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian,
● melaporkan hasil kegiatan peniulaian, dan
● terampil mengoperasikan komputer serta mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran.
d) Pada tahun 2016 menjadi finalis olimpiade P.A.I tingkat propinsi masuk 3 (tiga) besar.
e) Berprestasi dalam bidang ekstrakurikuler pada tingkat kabupaten dan propinsi.
f) Terpenuhi standar minimal sarana dan prasarana pendidikan sesuai SNP pada tahun 2016.
g) Terbentuk kerja sama dengan lembaga horizontal dan vertikal yang dapat meningkatkan mutu pendidikan.

B.     Tujuan Supervisi

            Supervisi pendidikan mempunyai tujuan dan manfaat yang penting. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Membangkitkan dan mendorong semangat guru dan pegawai administrasi sekolah lainnya untuk enjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
2) Agar guru dan pegawai administrasi lainnya berusaha melengkapi kekurangan-kekurangan mereka dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk bermacam-macam media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar dan mengajar yang baik.
3) Bersama-sama berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode baru demi kemajuan proses belajar dan mengajar yang baik.
4) Membina kerja sama yang harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah. Misalnya, dengan mengadakan seminar, work shop, in-service, maupun training.
            Empat tujuan supervisi tersebut menjadi target pelaksanaan supervisi. Sehingga, tercipta budaya unggul di sekolah, budaya yang berbasis etos kerja tinggi, kompetisi sportif, kerja sama yang harmonis, dan pelayanan yang kompetitif terhadap stake holders lembaga pendidikan. Dengan budaya unggul itu pula, kepuasan publik dapat terwujud.
C.    Fungsi Supervisi
            Fungsi supervisi menyangkut bidang kepemimpinan, hubungan kemanusiaan, pembinaan proses kelompok, administrasi personil, dan bidang evaluasi. Pengertian supervisi tersebut mempertegas bahwa supervisi dilakukan secara intensif kepada guru. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada prestasi belajar siswa. Berpijak pada keterangan ini, maka supervisi pendidikan mempunyai tiga fungsi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan
2.      Sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan unsur-unsur yang terkait dengan pendidikan.
3.      Sebagai kegiatan dalam hal meimpin dan membimbing.
            Dari sinilah, supervisi pendidikan bisa mencerahkan dan memperbaiki secara konsisten program lembaga pendidikan sehingga meraih kesuksesan. Perubahan menjadi indikator nyata kesuksesan supervisi. Perubahan ke arah yang lebih dinamis dan produktif yang terlihat dari guru, siswa, dan sektor manajeen menjadi pijakan bagus dala meraih keberhasilan yang dicita-citakan bersama.

D.    Peranan Supervisi Pendidikan

            Peran utama supervisor adalah sebagai koordinator, konsultan, pemimpin kelompok, dan evaluator. Sebagai koordinator, tugasnya adalah mengoordinasi program belajar dan mengajar tugas anggota staf. Sebagai konsultan, tugasnya adalah memberi bantuan, mengkonsultasikan masalah yang dialami oleh guru secara individual dan kolektif. Sebagai pemimpin kelompok, tugasnya adalah memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok saat mengembangkan kurikulum, ateri pelajaran, dan kebutuhan profesional guru-guru secara bersama. Sebagai pemimpin kelompok, ia dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dala bekerja untuk kelompok (working for the group), bekerja dengan kelompok (working with the group)dan bekerja melalui kelompok (working through the group. Sedangkan sebagai evaluator, tugasnya adalah membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, menilai kurikulum yang sedang dikembankang, juga belajar menatap dirinya sendiri.
            Peranan supervisi sangat tergantung pada tingginya supervisor memeran diri di tengah komunitasnya. Mampukah ia memimpin anggotanya dengan pemikiran dan gerakannya? Sanggupkah ia mengoordinasi kegiatan yang melibatkan banyak pihak? Dapatkah ia membekali teori dan metode baru kepada anggotanya? Mampukah ia mewujudkan visi dan misi lembaga yang menjadi konsensus bersama? Jawaban-jawaban pertanyaan ini adalah medan perjuangan dan pengabdian supervisor di sekolahnya.


E.     Tipe atau Gaya Supervisi Pendidikan
            Dalam melakukan supervisi, supervisor seyogianya mempelajari tipe dan gaya supervisi. Tentu, tipe ini disesuaikan dengan lokalitas. Tipe atau gaya supervisi dibedakan menjadi lima, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Tipe autokratis
            Supervisor autokratis menganggap bahwa fungsinya sebagai penentu segala kebijakan yang harus dijalankan dan cara menjalankannya. Selanjutnya, ia mengawasi pelaksanaan kebijakannya oleh bawahannya. Tipe ini mirip dengan inspeksi. Otoritas mutlak ada di pihak supervisor.
2.      Tipe Demokratis
            Supervisor demokratis melaksanakan fungsinya secara konsekuen dengan fungsi supervisi yang sebenarnya. Fungsi tersaebut adalah membina dalam arti semurni-murninya. Otoritas supervisor seimbang dengan otoritas dengan pihak yang disupervisi.
3.      Tipe Pseudo/Quasi Demokratis (Demokratis Semu)
            Dalam praktiknya, sering terdapat supervisor yang berbuat. Seolah-olah ia demokratis dengan mengadakan rapat untuk memusyawarahkan sebuah problem. Tetapi, dalam rapat, ia memaksakan rencana dan keinginannya agar diikuti oleh bawahan dengan cara/muslihat yang halus dan licin. Atau, dapat juga bahwa yang dilaksanakannya bukan keputusan rapat, dengan alasan yang dipaksakan.
4.      Tipe Manipulasi Demokratis
Supervisor melaksanakan prinsip demokratis, seperti mengadakan rapat/musyawarah. Tetapi, dengan kelihaiannya, ia berusaha menggiring pikiran seluruh peserta rapat agar menyetujui kehendaknya.
5.      Tipe Laissez-faire
            Supervisor menginterprestasikan demokratis dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada bawahannya. Sehingga, supervisor kehilangan otoritasnya sama sekali. Supervisor menyerahkan/mempercayai bawahannya untuk mengabil keputusan apa saja.
            Pada dasarnya, tidak ada supervisor yang secara mutlak menggunakan salah satu dari tipe-tipe tersebut. Tetapi, sesuai dengan situasi dan kondisi atau permasalahan yang dihadapi, maka seorang supervisor cenderung berbaur. Misalnya, dalam upacara bendera, supervisi yang digunakan adalah tipe otoriter. Sedangkan dalam memimpin piknik, supervisor menggunakan tipe laissez-faire. Fleksibilitas sangat penting diterapkan supaya organisasi berjalan dengan baik, kolektif, dan penuh kekeluargaan. Fleksibilitas ini merupakan indikator bahwa supervisor benar-benar memahami masalah yang ada di lapangan. Sehingga, pendekatan yang digunakan menjadi relevan dan konstektual karena mampu menyelesaikan masalah dan membawa perubahan besar dalam dinamika organisasi sekolah.

F.     Proses Supervisi Pendidikan
Dalam pelaksanaan atau proses supervisi pendidikan, terlibat adanya berbagai ragam/corak. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.      Supervisi yang Preventif
Supervisor senantiasa berusaha mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ia harus berusaha memberikan nasihat dan sran untuk menghindari terjadinya kesalahan-kesalahan serta berbagai kesulitan/gangguan yang mungkin bisa terjadi.
2.      Supervisi yang Korektif
Supervisor ini lebih bersifat mencari kesalahan keslahan bawahannya. Hal tersebut baik keslahan prinsipil, teknis, maupun dalam melaksanakan instruksi-instruksi instrumen. Atau, kesalahan dalam sejumlah ketentuan yang diberikan oleh pihak supervisor.
3.      Supervisi yang Konstruktif
Supervisor senantiasa berusaha membangkitkan semangat membangun dan mengebangkan potensi bawahannya demik peningkatan prestasi serta produktivitas. Kritik yang bersifat membangun adalah ciri dari proses supervisi ini. Dalam kependidikan, supervisi semaca ini cenderung mengikuti asas tut wuri handayani.
4.      Supervisi yang Kreatif
Supervisor senantiasa memperhatikan inisiatif, daya cipta, penelitian, kepemimpinan, dan hasil-hasil penemuan, bawahannya. Perhatian ini dapat dilakukan dalam bentuk memberikan penghargaan, piagam, atau predikat-predikat keteladanan lainnya.
5.      Supervisi yang Kooperatif
Supervisor ini selalu mengutamakan kerja sama, partisipasi, usyawarah, dan toleransi dengan bawahannya. Hal ini dilakukan demi pengebangan dan kemajuan pendidikan. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi selalu mengikutsertakan bawahannya dengan seluas-luasnya. Keberanian mengkritik dan siap dikritik secara sportif dan konstruktif merupakan kebiasaan/budaya yang mendarah daging antara supervisor dengan orang-orang yang disupervisi.

            Proses supervisi tersebut seyogianya dilakukan secara holistik, dinais, dan produktif dengan mengedepankan partisipasi, demokratisasi, dan akuntabilitas. Jangan sampai supervisor memaksakan kehendak terhadap bawahannya karena akan menimbulkan disharmoni sosial, dan hasilnya tidak efektif karena sifatnya instan.

G.    Prinsip Supervisi
Prinsip-prinsip yang dijadikan pegangan oleh supervisor adalah sebagai berikut:
1.      Prinsip dasar/fundamental ( fundamental/basic principle). Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan seorang supervisor harus berdasarkan pada sesuatu yang kokoh, seperti Pancasila sebagai dasar falsafah negara kita. Konsistensi supervisor dalam mengamalkan Pancasila sangat penting.
2.      Prinsip praktis. Selain prinsip pundamental, dalam pelaksanaan sehari-hari, seorang supervisor berpijak pada prinsip praktis yang meliputi prinsip positif dan negatif.
3.      Prinsip positif, yaitu pedoman yang harus dijalankan oleh supervisor agar pembinaan yang dilakukan berjalan sukses. Pedoman ini eliputi beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:
a.       Supervisi harus konstruktif dan kreatif.
b.      Supervisi dilakukan secara profesional.
c.       Supervisi dilakukan secara progresif, tekun dan sabar.
d.      Supervisi seyogyanya mampu mengembangkan potensi, bakat, dan kesanggupan dalam mencapai kemajuan.
e.       Supervisi hendaklah memperhatikan kesejahteraan dan hubungan yang baik dan dinamis.
f.       Supervisi hendaklah bertolak dari keadaan yang nyata (das sein) menuju sesuatu yang dicita-citakan (das sollen).
g.      Supervisi dilakukan secara jujur, obyektif dan siap meng evaluasi diri sendiri dei kemajuan.
4.      Prinsip negatif tidak boleh dilakukan oleh seorang supervisor. Prinsip negatif tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Supervisi tidak boleh memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang yang disupervisi. Argumentasi rasional yang berkaitan dengan tindakan dan instruksi harus dikembangkan agar tidak menghambat kreativitas bawahannya.
b.      Supervisi tidak boleh dilakukan berdasarkan, hubungan pribadi, keluarga, pertemanan, dan lain sebagainya.
c.       Supervisi tidak enutup kemungkinan terjadinya perkembangan dan hasrat untuk maju bagi bawahannya dengan alasan apapun. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mendapatkan hasil, mendesak, dan memperkuda bawahan.
d.      Supervisi tidak boleh mengekploitasi bawahan.
e.       Supervisi tidak boleh menuntut prestasi diluar kemampuan bawahannya/cita-cita muluk yang hampa.
f.       Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur, dan enutup diri terhadap kritik dan sran dari bawahannya.
            Prinsip-prinsip supervisi tersebut memudahkan supervisor dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Ia bisa disenangi dan kehadirannya selalu ditunggu oleh bawahannya karena sifatnya yang demokratis, konstruktif, dan produktif. Kehadirannya, walaupun sebentar, bisa mengubah situasi dan suasana. Ia menghindar sifat negatif-destruktif, seperti menekan, memaksa, dan mendikte. Semua gagasan berkembang dengan baik secara elaboratif dan komunikatif. Para anggota bisa menyampaikan pikirannya secara terbuka dan bertanggungjawab. Kesimpulan dan rekomendasi yang diteluyrkan diterima dan didukung oleh semua pihak, baik mampu menggugah kesadaran dan memompa semangat untuk maju secara progresif dan masif.

H.    Beberapa Kendala Pelaksanaan Supervisi di Sekolah

            Program yang baik tidak akan luput dari kendala atau rintangan dalam aplikasinya. Demikian juga supervisi. Dalam pelaksanaan supervisi, ternyata banyak kendala yang dijumpai. Berikut adalah beberapa kendala tersebut:
1)      Kurangnya Ghirah Keilmuan Guru
Tujuan utama supervisi adalah peningkatan kualitas guru. Namun, guru menempa diri dsengan berbagai kegiatan ilmiah tidak serta merta meningkat kualitasnya. Sebab, ada yang mengikutinya karena kewajiban organisasi, terkesan terpaksa, sekadar mengikuti perintah, namun tidak mapu menyerap filosofi yang terkandung di dalamnya. Sehingga, selesai acara, selesai sudah semuanya, tidak ada efek yang ditimbulkan. Realitas ini menjadi pandangan umum di berbagai tempat. Guru yang kreatif dan dinamis sehingga mampu memanfaatkan setiap acara untuk menggali dan mengembangkan bakat, kuantitasnya masih sedikit. Kebanyakan mereka adalah guru muda yang masih energik, tidak mempunyai banyak kesibukan keluarga, dan kuatnya idealisme dalam dada.
            Kurangnya ghirah keilmuan guru ini menjadi kendala utama pengembangan kualitas guru. Tentu, ini adalah pekerjaan berat karena bentuknya mengubah mindset, mental, dan kesadaran guru yang sudah terbentuk lama atau bawaan lahir. Namun, di sinilah tantangan menarik bagi supervisor, khususnya kepala sekolah. Keteladanan menjadi sumber inspirasi, motivasi, dan imajinasi yang secara bertahap akan memancarkan aura keilmuan dalam membangkitkan semangat intelektualitas guru.
            Selain itu, orang Indonesia sering kali lebih enghormati orang luar daripada orang pribumi. Dalam pemahaman yang hampir sama, orang luar daerah lebih dihormati daripada orang daerah itu sendiri. Membalikkan realitas ini tidak mudah. Namun dalam menggairahkan potensi guru, realitas ini bisa diamnfaatkan. Misalkan, mendatangkan orang luar untuk mengisi acara diskusi, menjadi fasilitator workshop, seminar, dan lain sebagainya. Para guru lebih serius mengikutinya, mempraktikkan teorinya, dan mengembangkan wacananya. Walaupun demikian, secara bertahap, bangsa ini harus dilatih memanfaaatkan sumber daya internal yang lebih memahami realitas budaya sendiri dan demi berkembanya kader bangsa.
            Banyak kaum profesional di Indonesia yang lebih memilih berkarier di luar negeri. Sebab, di negara sendiri, mereka tidak mendapat apresiasi yang layak. Justru, di negara orang lain, mereka mendapat segala yang diinginkan. Inilah kelemahan bangsa kita yang harus diatasi secara bertahap. Kader-kader muda sudah waktunya diberikan wahana aktualisasi secara masif untuk memimpin perubahan secara masif dan eskalatif. Dalam konteks menggairahkan semangat belajar guru, kader-kader muda dijadikan garda depan untuk mendorong semangat belajar guru senior, baik sebagai dinamisator, fasilitator, inspirator, maupun komunikator.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar