BAB
II
IDENTIFIKASI DAN
ANALISIS HASIL
A.
Analisis Pendidikan (di Sekolah) oleh Supervisor
Untuk meningkatkan mutu sekolah, kepala sekolah harus
berusaha agar semua potensi yang ada di dalamnya, baik yang ada pada unsur manusia
maupun yang ada pada alat, perlengkapan, keuangan, dan sebagainya dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya, sehingga tujuan sekolah dapat tercapai dengan
sebaik-baiknya pula. Dengan demikian, kepala sekolah hendaklah selalu berpegang
pada tugas dan fungsi agar situasi belajar mengajar dapat berjalan dengan
lancar, tertib, dan sukses, di mana siswa memperoleh hasil yang mmaksimal.
Pada
tataran ini, kepala sekolah berusaha untuk menganalisis segala potensi,
peluang, hambatan, dan beban sekolah dalam mebangun kegiatan pendidikan. Di
bawah ini merupakan salah satu contoh analisis pendidikan di SMPNegeri 2 Cidahu
kabupaten Kuningan
a.
Analisis Pendidikan :
Lingkup Sekolah
1)
Faktor Internal
No.
|
Komponen
|
Komponen saat ini
|
|||
1.
|
Satandar isi
|
· Adanya komitmen untuk melaksanakan kurikulum
berdasarkan standar BNSP.
· Beban siswa sudah sesuai dengan standar BNSP.
· Untuk meningkatkan mutu lulusan yang didasarkan atas
UN, siswa diberi tambahan pengayaan belajar mulai dari kelas VII sampai kelas
IX.
· Adanya muatan lokal yang berupa pengembangan Bahasa
Sunda, dan PLH
· Pengembangan diri diberikan dalam bentuk bimbingan konseling,
klub mata pelajaran, serta klub pengembangan keterampilan (teater, pramuka,
english club, japanes club, PMR, KIR, olahraga, kesenian, keagamaan, dll).
· Kalender pendidikan mengacu kepada kalender
pendidikan Nasional.
|
· Kerangka dasar kurikulum masih mengunakan standar
minian dari BNSP (belum ada peningkatan/ pengembangan)
· KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) masing-masing mata
pelajaran belum semuanya sesuai dengan standar BNSP (beberapa masih dibawah
nilai 70)
· Rata-rata beban mengajar guru belum semuanya sesuai
dengan BNSP (24 Jam).
· Program responsi untuk materi agama dan jurusan,
belum mempunyai panduan.
· Dalam penyusunan jadwal pelajaran masih belum
mengikutsertakan rumpun mata pelajaran.
· Jadwal pelajaran masih sering dilakukan perubahan
ketika proses pembelajaran sudah berjalan
|
||
2.
|
Standar Proses
|
· Perangkat pembelajaran masing-masing mata pelajaran
sudah lengkap.
· Mengadakan work
shop setiap awal tahun pelajaran untuk pengembangan perangkat pebelajaran
(silabus,RPP,dan sistem penilaian).
· Fasilitas pembelajaran sudah cukup memadai ( buku,
ruang kelas, multimedia,perpustakaan,dll).
· Pemanfaatan sumber belajar bervariasi dan meningkat.
· Guru telah mengalokasikan waktu sesuai dengan
prosem.
· Program remedi dan pengayaan sudah terlaksana pada
semua mata pelajaran.
· Pengembangan uatan lokal (ICT) sudah berjalan dengan
baik.
· Pemanfaatan ICT dalam melaporkan hasil belajar
siswa,
· Laporan hasil belajar siswa sudah bisa diakses lewat
internet.
· Aturan pengawasan KBM sudah ada.
· KBM sudah relatif .
· Pelaksanaan KBM pada hampir semua mata pelajaran UN
sudah dilaksanakan secara team teaching
|
· Instrumen penilaiaan masih belum lengkap.
· Media pembelajaran masih belum lengkap.
· Belum semua siswa dapat mengembangkan diri sesuai
dengan bakat dan minatnya.
· Dimungkinkan masih ada guru yang belum menggunakan
strategi pembelajaran yang bervariasi.
· Masih ada guru yang belum memiliki kompetensi di
bidang ICT.
· Masih ada guru yang belum menginternalisasikan life skill secara universal dalam KBM.
· Kurang optimalnya penggunaanmedia pembelajaran yang
tersedia oleh guru.
· Belum ada program akselerasi mata pelajaran.
· Belum optimalnya pelaksanaan program pengembangan
diri (termasuk perekrutan pembina).
· Sekolah belum mempunyai standar proses belajar
mengajar.
· Belum optimalnya peran komite sekolah dalam
pengembangan standar proses pembelajaran.
· Dimungkinkan pelaksanaan penilaian berbasis kelas
belum optimal.
· Pelaksanaan laporan hasil belajar siswa setiap dua
bulan sekali belum terlaksana secara optimal (belum tepat waktu).
· Pengelolaan laporan hasil belajar siswa belum
optimal.
· Pelaksanaan aturan pengawasan KBM belum optimal.
· Sosialisasi tentang aturan pengawasan KBM kepada
siswa kurang optimal.
· Pengisian jurnal KBM di kelas belum optimal.
|
||
3.
|
Standar Kompetensi Lulusan
|
· SKL materi ujian Sekolah (US) dibuat bersama-sama
tim guru mata pelajaran (MGMP) Kabupaten Kuningan.
· Soal US dibuat oleh guru mata pelajaran.
· Upaya mewujudkan lulusan yang kompetitif di tingkat
kabupaten.
· Lulusan diterima di pendidikan/jenjang lebih tinggi.
· Adanya organisasi ikatan alumni.(misal: group ikatan
alumni di facebook)
|
· Belum memiliki standar mutu lulusan yang kompetitif
di kabupaten.
· Belum mempunyai standar mutu lulusan yang berstandar
kabupaten.
· Kompetensi lulusan yang siap bersaing di tingkat
SMA/SMK masih sedikit.
· Ada indikasi life
skill siswa masih rendah.
· Belum semua lulusan memiliki akhlak mulia sesuai
ajaran Islam.
· Identifikasi profil alumni masih belum optimal.
· Daya saing lulusan belum maksimal.
|
||
4.
|
Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
|
· Rasio Jumlah guru dan mata pelajaran sudah sesuai
(sebanding)
· Kualifikasi tenaga pendidik sudah sesuai dengan BSNP
(minimal S1).
· Semua guru telah menentukan tujuan pembelajaran yang
dibimbing.
· Semua guru telah menghargai peserta didik tanpa
membedakan suku, adat, daerah asal, dan gender.
· Guru dapat berkomunikasi secara santun dengan teman
sejawat, orang tua, dan siswa.
· Beberapa guru sudah menyelesaikan pendidikan tingkat
master (S2).
· Beberapa guru sudah mengisi pelatihan di tingkat
sekolah, kabupaten, provinsi, dan nasional.
|
· Jumlah guru GTT masih cukup banyak.
· Masih sedikit guru yang memiliki karya pengembangan
profesi.
· Masih sedikit guru yang berprestasi di bidang
akademis maupun non akademis.
· Belum ada program beasiswa guru yang melanjutkan
jenjang S2 dari lembaga.
· Ada indikasi bahwa belum seua tanaga pendidik
melakukan identifikasi potensi peserta didik (kemampuan dan kesulitan dalam
mata pelajaran yang dibimbing).
· Belum semua guru memahami teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang terkait dengan mata pelajaran yang
dibimbing.
· Belum semua guru menerapkan berbagai pendekatan,
strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreratif dalam
mata pelajaran yang dibimbing.
· Belum semua guru mampu memilih materi pembelajaran
sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik.
· Belum semua guru mampu menyusun rancangan
pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di kelas, di laboratorium,
maupun di luar kelas.
· Belum semua guru mampu mengembangkan instrumen
penilaian serta evaluasi proses dan hasil belajar.
· Belum semua guru mampu melakukan refleksi terhadap
pembelajaran yang telah dilaksanakan.
· Ada indikasi bahwa perilaku guru dan karyawan belum
dapat diteladani secara menyeluruh oleh peserta didik dan anggota masyarakat
disekitarnya.
· Ada indikasi bahwa guru dan karyawan belum
menunjukkan etos kerja dan tanggungjawab yang baik.
· Belum semua tenaga pendidik mengikutkan orang tua
peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi
kesulitan belajar peserta didik.
· Belum semua guru menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran yang dibimbing.
· Belum semua tenaga pendidik mampu mengebangkan
materi pembelajaran yang dibimbing secara kreatif.
· Ada indikasi guru dan karyawan belum dapat melakukan
refleksi terhadap kinerja diri secara jujur dan berkesinambungan.
· Belum semua tenaga pendidik dapat melakukan
penelitian tindakan kelas untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang dibimbing.
· Belum semua guru mengikuti uji kompetensi guru.
· Rasa kekeluargaan di lingkungan civitas akademika
belum kompak secara keseluruhan/maksimal.
· Belum adanya indikator yang jelas untuk mengukur
tingkat keberhasilan guru.
· Ada indikasi bahwa guru dan karyawan kurang memiliki
rasa empati (kepekaan dan kepedulian) yang mendalam kepada siswa.
· Ada indikasi guru dan karyawan dalam melaksanakan
tugas masih belum optimal.
Belum
adanya panduan program pada
masing-masing rumpun mata pelajaran.
|
||
5.
|
Standar sarana dan Prasarana
|
· Sekolah mempunyai fasilitas yang bagus terhadap
pengembangan pengetahuan ICT.
· Sarana kelas, perpustakaan, laboratorium, sanitasi,
dan ICT suadah memadai.
· Lokasi yang cukup strategis untuk menjadikan sekolah
yang unggul dan diminati oleh masyarakat.
· Pemeliharaan fasilitas bangunan secara rutin.
|
· Belum optimalnya perawatan dan pengaanan terhadap
fasilitas sekolah, terutama alat-alat elektronik pembelajaran.
· Ada indikasi belum adanya perencanaan yang matang
terhadap pengadaan sarana dan prasarana sekolah.
· Belum tertibnya administrasi fasilitas yang dimiliki
sekolah.
· Belum tertibnya penempatan barang-barang inventaris
sekolah.
· Belum optimalnya fungsi komite dalam pengadaan dan
pengembangan sarana sekolah.
|
||
6.
|
Standar Pengelolaan
|
· Sekolah telah memiliki KTSP.
· Untuk kepentingan bahan ajar, disamping menggunakan
buku paket yang tersedia di perputakaan, juga banyak guru yang sudah
memanfaatkan edukasi-net dari JARDIKNAS (lewat ICT).
· Adanya team teaching pada mata pelajaran UN.
· Penggunaan media pebelajaran (laboratorium, LCD, dan
internet) dalam PBM.
· Setiap awal tahun ajaran baru, sekolah mengadakan
penyegaran lewat work shop
pengembangan pembelajaran.
· Kalender pendidikan sudah menunjukkan seluruh
aktivitas KBM beserta evaluasinya.
· Penempatan SDM sudah sesuai dengan kompetensi yang
dimiliki. Penyebaran informasi timbal balik dari dan ke sekolah sudah cukup
bagus, antara lain lewat kunjungan orang tua ke sekolah (dibuktikan dengan
adanya buku kunjungan orang tua murid).
· Pembagian tugas diantara pendidik sebagian besar
sudah merata meskipun masih perlu terus ditingkatkan dan evaluasi.
· Sudah adanya tata tertib yang baik bagi siswa, guru, dan karyawan.
· Rapat koordinasi guru, staf dan karyawan sudah
berjalan dengan baik.
· Pengadaan, penggunaan dan persediaan bahan habis
pakai sudah bagus.
· Adanya dukungan sekolah terhadap acara pelatihan
guru, baik yang ada di dalam maupun di luar sekolah.
|
· Pelaksanaan KTSP masih belum berjalaaln secara
optimal.
· Pelaksaan remidi belum tersusun dengan baik.
· Strategi pembelajaran yang dilakukan guru belum
semua mengacu pada pembelajaran PAIKEM.
· Belum terpenuhinya aturan yang baku terhadap
penilaian kinerja guru setiap tahun
sekali.(PK guru dan SKP).
· Pengelolaan pada kesiswaan perlu dioptimalkan.
· Kedisiplinan input nilai oleh guru masih perlu dioptimalkan.
· Belum semua mata pelajaran mempunyai program MGMP
yang melakukan kegiatan secara regular.
· Masih kurang tertibnya administrasi kegiatan
penunjang profesi pendidik dalam rangka mendukung proses sertifikasi.
· Belum ada aturan tentang sertifikat penghargaan bagi
guru dan karyawan pada setiap kegiatan lomba atau kejuaraan.
· Pemeliharaan fasilitas sekolah masih belum optimal.
· Belum ada tempat penyimpanan dan sistem peminjaman
alat-alat inventaris sekolah secara terpusat dan tertib.
· Belum ada pendataan ulang secara reguler terhadap
sarana sekolah (bisa lewat wali kelas atau penanggung jawab ruang).
· Perlunya pengadaan ruang penunjang lainnya (ruang
keterampilan atau ruang aula).
· Belum meratanya fasilitas yang ada dikelas.
· Perlu adan peninjauan ulang pada insentif guru.
· Gaji guru GTT dan PTT belum memenuhi standar UKM.
· Masih perlunya sosialisasio dan evaluasi yang
optimal peraturan / tata tertib sekolah.
· Sosialisasi KTSP belum optimal.
· Program konsultasi sekolah dengan orang tua/wali
peserta didik belum terjadwal setiap tahun.
· Belum ada program rapat sekolah dengan komite
sekolah secara reguler dan terjadwal.
· Instrumen penjaminan mutu sekolah belum lengkap.
· Sistem pengawasan, pemantauan, supervisi, evaluasi,
dan pelaporan belum optimal.
· Belum ada buku panduan yang jelas dari masing-masing
penanggungjawab 8 (delapan) standar nasional.
· Kebijakan masih belum mencerminkan bottom-up process (masukan dari bawah)
|
||
7.
|
Standar Pembiayaan
|
· Adanya subsidi guru bagi siswa yang tak mampu
melalui dana peduli siswa.
· Dana kontrak prestasi sangat membantu dalam proses
pengembangan keterampilan guru.
|
· Kondisi biaya investasi belun tersosialisasikan
dengan baik.
· Kondisi biaya operasional setiap bulan belum
tersosialisasikan dengan baik.
· Dukungan komite sekolah terhadap biaya penyelenggaraan
pendidikan di sekolah selama kurun 3 tahun terakhir belum optimal.
|
||
8.
|
Standar Penilaian
|
· Pemberlakuan rapor berkala setiap 6 bulan.
· Adanya Sistem penilaian yang terpadu dan
berkesinambungan.
|
· Sekolah belum memiliki sistem dan prosedur penilaian
baku meliputi teknik, jenis dan bentuk penilaian sesuai dengan standar
penilaian pendidik.
|
||
9.
|
Standar Kelulusan
|
· Try-out pelajaran UN
bersama, bekerja sama dengan Disdikpora Kabupaten Kuningan maupun Try-out US mapel P.A.I dengan Kemenag Provinsi
Jawa Barat.
· Pelaksanaan sistem remidi dan pengayaan oleh
masing-masing guru mata pelajaran.
|
· KKM masih belum sesuai dengan standar yang ada.
· Monitoring dan evaluasi dari kepala dan wakil kepala
sekolah belum optimal.
· Komite sekolah belum terlibat secara optimal dalam
mengontrol pelaksanaan standar penilaian pendidikan.
· Penanganan serta pembinaan guru dan karyawan yang
disinyalir masih bermasalah dan belum berjalan dengan baik.
|
2)
Faktor Eksternal
a)
Peluang, meliputi:
●
adanya ruang gerak yang terbuka bagi lembaga pendidikan untuk mengembangkan
diri secara maksimal;
●
dukungan Dinas Pendidikan, baik berupa kebijakan maupun finansial yang seakin
baik;
●
apresiasi masyarakat terhadap sekolah semakin meningkat; serta
●
terbuka kesempatan lulusan sekolah melanjutkan, baik ke SMA/SMK baik yang ada
di Kabupaten Kuningan maupun luar Kabupaten Kuningan.
b)
Ancaman, meliputi:
● bermunculan sekolah unggul sebagai kompetitor;
● lingkungan di luar
sekolah yang kurang edukatif;
●kebijakan publik
yang belum menempatkan pendidikan sebagai prioritas dalam pembangunan;
● sekolah belum
menjadi pilihan utaa bagi sebagian masyarakat; dan
● inkonsistensi
kebijakan peerintah dala bidang pendidikan.
b.
Alternatfif Pemecahan
Masalah
1)
Program Strategis
a)
Pengembangan Kurikulum Tingkat Struan
Pendidikan, meliputi:
●
pengembangan SK/KD,
●
pengembangan silabus,
●
pengembangan RPP,
●
pengembangan sistrem penilaian,
●
pengembangan kurikulum muatan lokal, dan
●
pengembangan kegiatan pengembangan diri.
b) Pengembangan
proses pembelajaran, meliputi:
●
metodologi
●
sistem penilaian
●
remedial / pengayaan
●
pemanfaatan laboratorium
c)
Peningkatan tingkat kelulusan siswa
d)
Pengembangan kemampuan guru, meliputi:
●
pengembangan keampuan pedagogik, dan
●
pengembangan kemampuan teknologi informasi
e)
Pembinaan olipiade sains
f)
Pebinaan ekstrakurikuler
g)
Pengembangan kerja sama
2)
Strategi Pelaksanaan/ Pencapaian
a) Pengebangan
Kurikulum Tingkat Saatuan Pendidikan, meliputi:
●
pelaksanaan work shop,
● in house training,
●
supervisi klinis, dan
●
MGMP sekolah.
b)
Pengembangan proses pebelajaran, meliputi:
● work shop,
●
peningkatan kesejahteraan guru, dan
●
supervisi kelas,
c)
Peningkatan tingkat kelulusan siswa, meliputi:
●
menjalin kerja sama dengan komite sekolah,
●
menjalin kerja sama dengan lembaga lain,
● supervisi
kelas,
● try out Ujian Nasional,
●
belajar tambahan siang/sore.
d)
Pengembangan kemampuan guru, meliputi:
● work shop dan
●
pelatihan komputer.
e)
Pembinaan olimpiade sains
●
pembentukan tim olimpiade sains, dan
●
pelatihan peserta.
f)
Pembinaan ekstrakurikuler
●
pembentukan kelompok ekstrakurikuler,
●
pelaksanaan latihan terjadwal, dan
●
pelaksanaan uji coba.
g)
Pengembangan sarana dan prasarana
●
inventarisasi sarana dan prasarana,
●
pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana, serta
●
pemeliharaan sarana dan prasarana.
h) Pengebangan kerja sama, meliputi:
●
kerja sama dengan komite sekolah serta
●
kerja sama dengan lembaga lain.
3)
Hasil yang diharapkan
a)
Terpenuhinya kurikulum sekolah sesuai SNP tentang:
●
pemetaan SK/KD,
●
silabus seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
●
RPP seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
●
dokumen sistem penilaian seluruh mata pelajaran untuk semua tingkat,
●
SK/KD kurikulum muatan lokal seluruh tingkat, dan
●
program pengembangan diri yang mengakoodasi bakat/minat siswa.
b)
Tingkat kelulusan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun,dan perolehan
nilai meningkat.
c)
Guru profesional dalam melaksanakan tugas, yang ditandai dengan:
●
memiliki perencanaa mengajar,
●
memiliki dokumen penilaian,
●
melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian,
●
melaporkan hasil kegiatan peniulaian, dan
●
terampil mengoperasikan komputer serta mengaplikasikannya dalam proses
pembelajaran.
d)
Pada tahun 2016 menjadi finalis olimpiade P.A.I tingkat propinsi masuk 3 (tiga)
besar.
e)
Berprestasi dalam bidang ekstrakurikuler pada tingkat kabupaten dan propinsi.
f)
Terpenuhi standar minimal sarana dan prasarana pendidikan sesuai SNP pada tahun
2016.
g)
Terbentuk kerja sama dengan lembaga horizontal dan vertikal yang dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
B. Tujuan
Supervisi
Supervisi pendidikan mempunyai tujuan dan manfaat yang penting.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1)
Membangkitkan dan mendorong semangat guru dan pegawai administrasi sekolah
lainnya untuk enjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
2) Agar
guru dan pegawai administrasi lainnya berusaha melengkapi kekurangan-kekurangan
mereka dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk bermacam-macam media
instruksional yang diperlukan bagi kelancaran jalannya proses belajar dan
mengajar yang baik.
3)
Bersama-sama berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode
baru demi kemajuan proses belajar dan mengajar yang baik.
4) Membina
kerja sama yang harmonis antara guru, murid, dan pegawai sekolah. Misalnya,
dengan mengadakan seminar, work shop,
in-service, maupun training.
Empat tujuan supervisi tersebut
menjadi target pelaksanaan supervisi. Sehingga, tercipta budaya unggul di
sekolah, budaya yang berbasis etos kerja tinggi, kompetisi sportif, kerja sama
yang harmonis, dan pelayanan yang kompetitif terhadap stake holders lembaga pendidikan. Dengan budaya unggul itu pula,
kepuasan publik dapat terwujud.
C. Fungsi
Supervisi
Fungsi supervisi menyangkut bidang kepemimpinan, hubungan kemanusiaan,
pembinaan proses kelompok, administrasi personil, dan bidang evaluasi. Pengertian
supervisi tersebut mempertegas bahwa supervisi dilakukan secara intensif kepada
guru. Hal ini secara tidak langsung berdampak pada prestasi belajar siswa.
Berpijak pada keterangan ini, maka supervisi pendidikan mempunyai tiga fungsi,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai suatu kegiatan untuk
meningkatkan mutu pendidikan
2.
Sebagai pemicu atau
penggerak terjadinya perubahan unsur-unsur yang terkait dengan pendidikan.
3.
Sebagai kegiatan dalam hal
meimpin dan membimbing.
Dari sinilah, supervisi
pendidikan bisa mencerahkan dan memperbaiki secara konsisten program lembaga
pendidikan sehingga meraih kesuksesan. Perubahan menjadi indikator nyata
kesuksesan supervisi. Perubahan ke arah yang lebih dinamis dan produktif yang
terlihat dari guru, siswa, dan sektor manajeen menjadi pijakan bagus dala
meraih keberhasilan yang dicita-citakan bersama.
D. Peranan
Supervisi Pendidikan
Peran utama supervisor adalah sebagai koordinator, konsultan, pemimpin
kelompok, dan evaluator. Sebagai koordinator, tugasnya adalah mengoordinasi
program belajar dan mengajar tugas anggota staf. Sebagai konsultan, tugasnya
adalah memberi bantuan, mengkonsultasikan masalah yang dialami oleh guru secara
individual dan kolektif. Sebagai pemimpin kelompok, tugasnya adalah memimpin sejumlah
staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok saat mengembangkan kurikulum,
ateri pelajaran, dan kebutuhan profesional guru-guru secara bersama. Sebagai
pemimpin kelompok, ia dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat dala
bekerja untuk kelompok (working for the
group), bekerja dengan kelompok
(working with the group)dan bekerja melalui kelompok (working through the group. Sedangkan sebagai evaluator, tugasnya
adalah membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, menilai
kurikulum yang sedang dikembankang, juga belajar menatap dirinya sendiri.
Peranan supervisi sangat tergantung
pada tingginya supervisor memeran diri di tengah komunitasnya. Mampukah ia
memimpin anggotanya dengan pemikiran dan gerakannya? Sanggupkah ia mengoordinasi
kegiatan yang melibatkan banyak pihak? Dapatkah ia membekali teori dan metode
baru kepada anggotanya? Mampukah ia mewujudkan visi dan misi lembaga yang menjadi
konsensus bersama? Jawaban-jawaban pertanyaan ini adalah medan perjuangan dan
pengabdian supervisor di sekolahnya.
E. Tipe atau
Gaya Supervisi Pendidikan
Dalam melakukan supervisi,
supervisor seyogianya mempelajari tipe dan gaya supervisi. Tentu, tipe ini
disesuaikan dengan lokalitas. Tipe atau gaya supervisi dibedakan menjadi lima,
diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Tipe autokratis
Supervisor autokratis
menganggap bahwa fungsinya sebagai penentu segala kebijakan yang harus
dijalankan dan cara menjalankannya. Selanjutnya, ia mengawasi pelaksanaan
kebijakannya oleh bawahannya. Tipe ini mirip dengan inspeksi. Otoritas mutlak
ada di pihak supervisor.
2.
Tipe Demokratis
Supervisor demokratis melaksanakan
fungsinya secara konsekuen dengan fungsi supervisi yang sebenarnya. Fungsi
tersaebut adalah membina dalam arti semurni-murninya. Otoritas supervisor
seimbang dengan otoritas dengan pihak yang disupervisi.
3.
Tipe Pseudo/Quasi Demokratis
(Demokratis Semu)
Dalam praktiknya, sering
terdapat supervisor yang berbuat. Seolah-olah ia demokratis dengan mengadakan
rapat untuk memusyawarahkan sebuah problem. Tetapi, dalam rapat, ia memaksakan
rencana dan keinginannya agar diikuti oleh bawahan dengan cara/muslihat yang
halus dan licin. Atau, dapat juga bahwa yang dilaksanakannya bukan keputusan
rapat, dengan alasan yang dipaksakan.
4.
Tipe Manipulasi Demokratis
Supervisor melaksanakan prinsip demokratis, seperti mengadakan
rapat/musyawarah. Tetapi, dengan kelihaiannya, ia berusaha menggiring pikiran
seluruh peserta rapat agar menyetujui kehendaknya.
5.
Tipe Laissez-faire
Supervisor
menginterprestasikan demokratis dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya
kepada bawahannya. Sehingga, supervisor kehilangan otoritasnya sama sekali.
Supervisor menyerahkan/mempercayai bawahannya untuk mengabil keputusan apa
saja.
Pada dasarnya, tidak ada
supervisor yang secara mutlak menggunakan salah satu dari tipe-tipe tersebut.
Tetapi, sesuai dengan situasi dan kondisi atau permasalahan yang dihadapi, maka
seorang supervisor cenderung berbaur. Misalnya, dalam upacara bendera,
supervisi yang digunakan adalah tipe otoriter. Sedangkan dalam memimpin piknik,
supervisor menggunakan tipe laissez-faire. Fleksibilitas sangat penting
diterapkan supaya organisasi berjalan dengan baik, kolektif, dan penuh
kekeluargaan. Fleksibilitas ini merupakan indikator bahwa supervisor
benar-benar memahami masalah yang ada di lapangan. Sehingga, pendekatan yang
digunakan menjadi relevan dan konstektual karena mampu menyelesaikan masalah
dan membawa perubahan besar dalam dinamika organisasi sekolah.
F. Proses
Supervisi Pendidikan
Dalam
pelaksanaan atau proses supervisi pendidikan, terlibat adanya berbagai
ragam/corak. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Supervisi yang Preventif
Supervisor senantiasa berusaha mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan. Ia harus berusaha memberikan nasihat dan sran untuk menghindari
terjadinya kesalahan-kesalahan serta berbagai kesulitan/gangguan yang mungkin
bisa terjadi.
2.
Supervisi yang Korektif
Supervisor ini lebih bersifat mencari kesalahan keslahan bawahannya. Hal
tersebut baik keslahan prinsipil, teknis, maupun dalam melaksanakan
instruksi-instruksi instrumen. Atau, kesalahan dalam sejumlah ketentuan yang
diberikan oleh pihak supervisor.
3.
Supervisi yang Konstruktif
Supervisor senantiasa berusaha membangkitkan semangat membangun dan
mengebangkan potensi bawahannya demik peningkatan prestasi serta produktivitas.
Kritik yang bersifat membangun adalah ciri dari proses supervisi ini. Dalam
kependidikan, supervisi semaca ini cenderung mengikuti asas tut wuri handayani.
4.
Supervisi yang Kreatif
Supervisor senantiasa memperhatikan inisiatif, daya cipta, penelitian,
kepemimpinan, dan hasil-hasil penemuan, bawahannya. Perhatian ini dapat
dilakukan dalam bentuk memberikan penghargaan, piagam, atau predikat-predikat
keteladanan lainnya.
5.
Supervisi yang Kooperatif
Supervisor ini selalu mengutamakan kerja sama, partisipasi, usyawarah,
dan toleransi dengan bawahannya. Hal ini dilakukan demi pengebangan dan
kemajuan pendidikan. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan, sampai evaluasi selalu
mengikutsertakan bawahannya dengan seluas-luasnya. Keberanian mengkritik dan
siap dikritik secara sportif dan konstruktif merupakan kebiasaan/budaya yang
mendarah daging antara supervisor dengan orang-orang yang disupervisi.
Proses supervisi
tersebut seyogianya dilakukan secara holistik, dinais, dan produktif dengan
mengedepankan partisipasi, demokratisasi, dan akuntabilitas. Jangan sampai
supervisor memaksakan kehendak terhadap bawahannya karena akan menimbulkan
disharmoni sosial, dan hasilnya tidak efektif karena sifatnya instan.
G. Prinsip Supervisi
Prinsip-prinsip
yang dijadikan pegangan oleh supervisor adalah sebagai berikut:
1.
Prinsip dasar/fundamental ( fundamental/basic principle). Setiap
pemikiran, sikap, dan tindakan seorang supervisor harus berdasarkan pada
sesuatu yang kokoh, seperti Pancasila sebagai dasar falsafah negara kita.
Konsistensi supervisor dalam mengamalkan Pancasila sangat penting.
2.
Prinsip praktis. Selain
prinsip pundamental, dalam pelaksanaan sehari-hari, seorang supervisor berpijak
pada prinsip praktis yang meliputi prinsip positif dan negatif.
3.
Prinsip positif, yaitu
pedoman yang harus dijalankan oleh supervisor agar pembinaan yang dilakukan
berjalan sukses. Pedoman ini eliputi beberapa hal, di antaranya adalah sebagai
berikut:
a.
Supervisi harus konstruktif
dan kreatif.
b.
Supervisi dilakukan secara
profesional.
c.
Supervisi dilakukan secara
progresif, tekun dan sabar.
d.
Supervisi seyogyanya mampu
mengembangkan potensi, bakat, dan kesanggupan dalam mencapai kemajuan.
e.
Supervisi hendaklah
memperhatikan kesejahteraan dan hubungan yang baik dan dinamis.
f.
Supervisi hendaklah bertolak
dari keadaan yang nyata (das sein)
menuju sesuatu yang dicita-citakan (das
sollen).
g.
Supervisi dilakukan secara
jujur, obyektif dan siap meng evaluasi diri sendiri dei kemajuan.
4.
Prinsip negatif tidak boleh
dilakukan oleh seorang supervisor. Prinsip negatif tersebut diantaranya adalah
sebagai berikut :
a.
Supervisi tidak boleh
memaksakan kemauannya (otoriter) kepada orang yang disupervisi. Argumentasi
rasional yang berkaitan dengan tindakan dan instruksi harus dikembangkan agar
tidak menghambat kreativitas bawahannya.
b.
Supervisi tidak boleh
dilakukan berdasarkan, hubungan pribadi, keluarga, pertemanan, dan lain
sebagainya.
c.
Supervisi tidak enutup
kemungkinan terjadinya perkembangan dan hasrat untuk maju bagi bawahannya
dengan alasan apapun. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mendapatkan hasil,
mendesak, dan memperkuda bawahan.
d.
Supervisi tidak boleh
mengekploitasi bawahan.
e.
Supervisi tidak boleh
menuntut prestasi diluar kemampuan bawahannya/cita-cita muluk yang hampa.
f.
Supervisi tidak boleh egois,
tidak jujur, dan enutup diri terhadap kritik dan sran dari bawahannya.
Prinsip-prinsip supervisi tersebut
memudahkan supervisor dalam melakukan tugas dan tanggungjawabnya. Ia bisa
disenangi dan kehadirannya selalu ditunggu oleh bawahannya karena sifatnya yang
demokratis, konstruktif, dan produktif. Kehadirannya, walaupun sebentar, bisa
mengubah situasi dan suasana. Ia menghindar sifat negatif-destruktif, seperti
menekan, memaksa, dan mendikte. Semua gagasan berkembang dengan baik secara
elaboratif dan komunikatif. Para anggota bisa menyampaikan pikirannya secara
terbuka dan bertanggungjawab. Kesimpulan dan rekomendasi yang diteluyrkan
diterima dan didukung oleh semua pihak, baik mampu menggugah kesadaran dan
memompa semangat untuk maju secara progresif dan masif.
H. Beberapa
Kendala Pelaksanaan Supervisi di Sekolah
Program yang baik tidak akan luput
dari kendala atau rintangan dalam aplikasinya. Demikian juga supervisi. Dalam
pelaksanaan supervisi, ternyata banyak kendala yang dijumpai. Berikut adalah
beberapa kendala tersebut:
1) Kurangnya Ghirah Keilmuan Guru
Tujuan
utama supervisi adalah peningkatan kualitas guru. Namun, guru menempa diri
dsengan berbagai kegiatan ilmiah tidak serta merta meningkat kualitasnya.
Sebab, ada yang mengikutinya karena kewajiban organisasi, terkesan terpaksa,
sekadar mengikuti perintah, namun tidak mapu menyerap filosofi yang terkandung
di dalamnya. Sehingga, selesai acara, selesai sudah semuanya, tidak ada efek
yang ditimbulkan. Realitas ini menjadi pandangan umum di berbagai tempat. Guru
yang kreatif dan dinamis sehingga mampu memanfaatkan setiap acara untuk
menggali dan mengembangkan bakat, kuantitasnya masih sedikit. Kebanyakan mereka
adalah guru muda yang masih energik, tidak mempunyai banyak kesibukan keluarga,
dan kuatnya idealisme dalam dada.
Kurangnya ghirah keilmuan guru ini
menjadi kendala utama pengembangan kualitas guru. Tentu, ini adalah pekerjaan
berat karena bentuknya mengubah mindset, mental, dan kesadaran guru yang sudah
terbentuk lama atau bawaan lahir. Namun, di sinilah tantangan menarik bagi
supervisor, khususnya kepala sekolah. Keteladanan menjadi sumber inspirasi,
motivasi, dan imajinasi yang secara bertahap akan memancarkan aura keilmuan
dalam membangkitkan semangat intelektualitas guru.
Selain itu, orang Indonesia sering
kali lebih enghormati orang luar daripada orang pribumi. Dalam pemahaman yang
hampir sama, orang luar daerah lebih dihormati daripada orang daerah itu
sendiri. Membalikkan realitas ini tidak mudah. Namun dalam menggairahkan
potensi guru, realitas ini bisa diamnfaatkan. Misalkan, mendatangkan orang luar
untuk mengisi acara diskusi, menjadi fasilitator workshop, seminar, dan lain
sebagainya. Para guru lebih serius mengikutinya, mempraktikkan teorinya, dan
mengembangkan wacananya. Walaupun demikian, secara bertahap, bangsa ini harus
dilatih memanfaaatkan sumber daya internal yang lebih memahami realitas budaya
sendiri dan demi berkembanya kader bangsa.
Banyak kaum profesional di Indonesia
yang lebih memilih berkarier di luar negeri. Sebab, di negara sendiri, mereka
tidak mendapat apresiasi yang layak. Justru, di negara orang lain, mereka
mendapat segala yang diinginkan. Inilah kelemahan bangsa kita yang harus
diatasi secara bertahap. Kader-kader muda sudah waktunya diberikan wahana
aktualisasi secara masif untuk memimpin perubahan secara masif dan eskalatif.
Dalam konteks menggairahkan semangat belajar guru, kader-kader muda dijadikan
garda depan untuk mendorong semangat belajar guru senior, baik sebagai
dinamisator, fasilitator, inspirator, maupun komunikator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar